PF_Header_Galaxy_S25_Ultra_1440X

Desa Sumber Arum Kebanjiran Sumur Bor, Namun Ada Juga Yang Sia- Sia

IMG-20250519-WA0197

SABURAITV.COM, LAMPUNGUTARA – Fenomena pembangunan sumur bor di desa Sumber Arum Kecamatan Kotabumi yang jumlahnya kini mencapai puluhan unit dikhawatirkan akan berdampak pada ekosistem dan pengurangan debit air.

Meskipun dalil yang digunakan oleh oknum Kepala Desa pembangunan berdasarkan hasil musyawarah mufakat warga yang membutuhkan sumber air untuk keperluan pertanian sayur, hal itu tidak serta-merta bisa dibenarkan.

“Seyogyanya harus ada pembatasan. Mengingat pengeboran air yang masif dapat merusak lingkungan. Terlebih, di suatu wilayah bisa ditemukan sampai puluhan unit yang jaraknya berdekatan dalam satu desa,” kata salah satu pejabat di DLH Lampura , Senin 19 Mei 2025.

Pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Utara memuat isu pembangunan yang ramah lingkungan.

Menurut Ando, Pembangunan ramah lingkungan dimaksudkan agar semua elemen memahami betapa pentingnya menjaga ekosistem. Termasuk soal pembuatan sumur yang memanfaatkan air bawah tanah dengan cara pengeboran tidak dilakukan secara masif.

“Bayangkan saja, jika di satu tempat (wilayah) dilakukan eksploitasi secara berlebihan, dengan membuat lubang pori-pori pada bumi. Maka bumi akan rusak, berongga, debit air berkurang, dan akan menjadi bom waktu. Tidak menutup kemungkinan Lampung Utara akan menjadi Lapindo jilid II,” beber dia.

Sementara itu, menurut Kades Sumber Arum, Mulyadi ketika dikonfirmasi di kantor desa berdalih pembangunan sumur bor oleh Pemdes mengacu pada hasil musyawarah desa. Warga yang berprofesi sebagai petani sayur membutuhkan air untuk memelihara tanamannya.

“Ya itu hasil musyawarah mufakat warga. Untuk menanam sayur. Karena Desa Sumber Arum ini kan terkenal sebagai sentra penghasil sayuran,” kata Mulyadi.

Namun, ada hal menarik terkait anggaran yang dikucurkan untuk membuat satu unit sumur bor yang nilainya mencapai puluhan juta.

Salah satu contoh, pembangunan sumur bor yang terletak di Dusun III Desa Sumber Arum tahun anggaran 2025 menelan anggaran senilai Rp36 juta rupiah lebih.

Menara dengan perkiraan ketinggian 3 meter dan tandon air (toren) dengan kapasitas 1.050 liter menggunakan rangka besi siku oplosan dan kayu kaso sebagai penyangga alas atap.

Mirisnya lagi, tak jauh dari lokasi pembangunan, ditemukan sumur bor hasil pembangunan tahun 2023 melalui Dana Desa dengan anggaran Rp37 juta lebih keadaannya yang rusak dan terbengkalai.

Sedangkan menurut pengakuan pengusaha sumur bor, dirinya mengaku sering mengerjakan pembangunan sumur bor milik desa di Lampung Utara. Untuk biaya, dirinya mematok harga Rp18 juta termasuk menara dan tandon air ditambah aksesoris perpipaan.

“Kalau desa lain saya ambil Rp18 juta ngebor keluar air terus tiang tower dan gentong, diluar semenan (lantai) dan kran air,” ujar Toni.

LAMPUNG UTARA – Fenomena pembangunan sumur bor di desa Sumber Arum Kecamatan Kotabumi yang jumlahnya kini mencapai puluhan unit dikhawatirkan akan berdampak pada ekosistem dan pengurangan debit air.

Meskipun dalil yang digunakan oleh oknum Kepala Desa pembangunan berdasarkan hasil musyawarah mufakat warga yang membutuhkan sumber air untuk keperluan pertanian sayur, hal itu tidak serta-merta bisa dibenarkan.

“Seyogyanya harus ada pembatasan. Mengingat pengeboran air yang masif dapat merusak lingkungan. Terlebih, di suatu wilayah bisa ditemukan sampai puluhan unit yang jaraknya berdekatan dalam satu desa,” kata salah satu pejabat di DLH Lampura , Senin 19 Mei 2025.

Pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Utara memuat isu pembangunan yang ramah lingkungan.

Menurut Ando, Pembangunan ramah lingkungan dimaksudkan agar semua elemen memahami betapa pentingnya menjaga ekosistem. Termasuk soal pembuatan sumur yang memanfaatkan air bawah tanah dengan cara pengeboran tidak dilakukan secara masif.

“Bayangkan saja, jika di satu tempat (wilayah) dilakukan eksploitasi secara berlebihan, dengan membuat lubang pori-pori pada bumi. Maka bumi akan rusak, berongga, debit air berkurang, dan akan menjadi bom waktu. Tidak menutup kemungkinan Lampung Utara akan menjadi Lapindo jilid II,” beber dia.

Sementara itu, menurut Kades Sumber Arum, Mulyadi ketika dikonfirmasi di kantor desa berdalih pembangunan sumur bor oleh Pemdes mengacu pada hasil musyawarah desa. Warga yang berprofesi sebagai petani sayur membutuhkan air untuk memelihara tanamannya.

“Ya itu hasil musyawarah mufakat warga. Untuk menanam sayur. Karena Desa Sumber Arum ini kan terkenal sebagai sentra penghasil sayuran,” kata Mulyadi.

Namun, ada hal menarik terkait anggaran yang dikucurkan untuk membuat satu unit sumur bor yang nilainya mencapai puluhan juta.

Salah satu contoh, pembangunan sumur bor yang terletak di Dusun III Desa Sumber Arum tahun anggaran 2025 menelan anggaran senilai Rp36 juta rupiah lebih.

Menara dengan perkiraan ketinggian 3 meter dan tandon air (toren) dengan kapasitas 1.050 liter menggunakan rangka besi siku oplosan dan kayu kaso sebagai penyangga alas atap.

Mirisnya lagi, tak jauh dari lokasi pembangunan, ditemukan sumur bor hasil pembangunan tahun 2023 melalui Dana Desa dengan anggaran Rp37 juta lebih keadaannya yang rusak dan terbengkalai.

Sedangkan menurut pengakuan pengusaha sumur bor, dirinya mengaku sering mengerjakan pembangunan sumur bor milik desa di Lampung Utara. Untuk biaya, dirinya mematok harga Rp18 juta termasuk menara dan tandon air ditambah aksesoris perpipaan.

“Kalau desa lain saya ambil Rp18 juta ngebor keluar air terus tiang tower dan gentong, diluar semenan (lantai) dan kran air,” ujar Toni. (Wan)

Sumber